Badruzzaman

Makalah

مكانة السنة فى التشريع الإسلام

(KEDUDUKAN SUNNAH DALAM SYARI’AH ISLAM)

Oleh :

BADRUZZAMAN NAWAWI, S.Ag

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PAREPARE

مكانة السنة فى التشريع الإسلام

(Kedudukan Sunnah dalam Syari’ah Islam)

I. PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Syari’ah Islam yang diakui oleh sebagian Manusia di dunia dewasa ini berasal dari diutusnya Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul yang merupakan Rahmatan lil Alamin. Beliau menerima Risalah terakhir dari risalah yang pernah ada sebelumnya.

Kehadiran sayari’ah Islam bertujuan untuk memeberikan petunjuk, bimbingan kemaslahatan kepada seluruh umat manusia baik di dunia dan di akhirat kelak.

Sistem yang dibangun didalamnya adalah mengatur cara manusia mengadakan hubungan dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam dan bahkan manusia dengan dirinya sendiri.

Sayari’ah Islam dalam pengertian yang luas mencakup semua bidang kehidupan, etika, keagamaan, politik dan ekonomi atau yang sering disebut dengan istilah aqidah, sayari’ah dan akhlak. Ia bersumber dari wahyu Ilahi, AlQur’an dan Hadist. Wahyu menentukan norma-norma dan konsep dasar syari’ah Islam serta banyak  hal merintis dobrakan terhadap adat dan sistem yang ada dalam komunitas Arab Pra Islam. Sedangkan Sunnah merupakan perilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang tekandung dalam al-Quran.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latarbelakang tersebut, penulis menguraikan permasalahan yang dibahas dalam makalah ini, yaitu : “Bagaimana kedudukan sunnah dalam syariat Islam ?”

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian

Kata As-Sunnah menurut lughat (bahasa) dapat diartikan dan dipakai menurut beberapa arti, diantaranya : (1) Undang-undang atas peraturan yang tetap berlaku, (2) Cara yang diadakan, (3) Jalan yang telah dijalani, (4) Keterangan.[1]

Sunnah yang berarti undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku, seperti firman Allah di dalam Al Quran yang bunyinya :

سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلا

Terjemahnya :

“Inilah peraturan (sunnah) orang yang telah Kami (Allah) utus sebelum engkau di antara para utusan Kami dan tidak akan engkau dapati pada sunnah Kami itu perubahan.”(Al-Isra ayat 77).[2]

سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلاً

Terjemahnya :

“Inilah sunnah (peraturan) Allah pada orang-orang yang telah lampa, dan tidaklah akan engkau dapati pada sunnah Allah itu pergantian.”[3]

Dengan dua ayat ini jelaslah bahwa kata “sunnah” dalam dua ayat ini berarti peraturan atau undang-undang yang tetap berlaku.

Sunnah yang berarti cara yang diadakan, seperti sabda nabi saw. yang bunyinya :

مَنْ سَنَّ سُنَّةٌ حَسَنَةٌ … وَمَنْ سَنَّ سُنَّةٌ سَيِّئَةٌ…

Artinya : Barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang baik. . . . dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek. . . . .

Sunnah yang berarti jalan atau perjalanan yang telah dijalani, berarti “cara” yang diadakan atau perbuatan baru yang belum pernah ada di masa sebelumnya atau belum pernah ada contohnya, baik cara itu baik, ataupun jelek. Sunnah yang berarti jalan atau perjalanan yang telah dijalani, seperti sabda Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi :   النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِى “Nikah (kawin) itu daripada sunnahku.”

Maksudnya :jalanku yang aku pilih dan aku berjalan diatasnya. Sebagimana diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw itu bukan yang mula-mula sekali menjalani nikah, melainkan hanya mengikuti jalan yang pernah dijalani oleh para Nabi yang telah datang sebelumnya.

Dan seperti sabda Nabi s.a.w. yang berbunyi :

أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللهِ ثَلاَثَةٌ، مُلْحِدٌ فِى الْحَرَمِ وَمُبْتَغِ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِامْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهْرِيْقَ دَمَهُ

Artinya : Manusia yang paling dibenci Allah ada tiga golongan, yaitu :yang melakukan kekufuran di tanah haram, dan yang menghendaki perjalanan jahiliyah di dalam agama Islam, dan yang menuntut darah seseorang dengan tidak hak (benar) untuk ditumpahkan darahnya.

Dengan dua hadis ini jelaslah kata “sunnah” dalam dua hadis ini berarti jalan atau perjalanan yang telah dijalani oleh orang yang datang terlebih dahulu.

Sunnah dalam arti keterangan. Seperti kata ulama lughat :

سَنَّ اللهُ أَحْكاَمَه لِلنَّاسُِ

Artinya : Allah telah menerangkan hukum-hukumnya kepada manusia.”

Menurut Muhammad Ali, sunnah adalah jalan, peraturan, sikap dalam bertindak dan bentuk kehidupan[4] Jadi sunnah dalam pengertian ini sangat umum karena termasuk segala yang baik dan yang buruk, namun yang dimaksud oleh ahli ushul, sunnah hanya terbatas yang baik saja yang tidak termasuk sikap atau contoh yang buruk sebagai kebalikan dari bid’ah.

Kata Imam Asy-Syathibi dalam Al-Muwafaqat : Kata “As-Sunnah” itu dipakai untuk nama bagi segala apa yang tidak diterangkan di dalam Al Quran, baik menjadi keterangan bagi isi Al Quran ataupun tidak. Dan dipakai juga sebagai lawan “bid’ah”. Seperti dikatakan : “Si Fulan itu ada di dalam sunnah.” Yakni : Ia mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang pernah dikerjakan oleh Nabi saw., baik pekerjaan itu ada nashnya di dalam Al Quran ataupun tidak. Dan seperti dikatakan juga : “sifulan dalam Bid’ah” Yakni : Apabila ia telah mengerjakan pekerjaan yang berlawanan atau menyalahi akan pekerjaan yang pernah dikerjakan oleh Nabi saw.”[5]

Selanjutnya Asy-Syathibi berkata :”Dan Kata “sunnah” ini dipakai juga menjadi nama bagi pekerjaan atau perbuatan para sahabat Nabi, baik pekerjaan itu terdapat menurut Al Quran dan As-Sunnah ataupun tidak. Karena adanya pekerjaan dengan mencontoh “sunnah” yang telah tetap pada mereka atau karena ijtihad mereka dengan disepakati keputusan para khalifah mereka. Pemakaian istilah ini disandarkan atas sabda Nabi Muhammad SAW. yang bunyinya :

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِالرَّا شِدِيْنَ الْمَدِيِّيْنَ

Artinya : Hendaklah kamu berpegang teguh akan sunnahku dan sunnah para khlifah yang rasyidin, yang sama mengikuti petunjuk.”

Apabila sunnah ini dihimpunkan menjadi satu, maka terdapatlah pada “sunnah” itu empat wajah (macam). Tiga macam yang pertama yaitu qaul (perkataan) Nabi, fi’il (pekerjaan)nya dan iqrar (Pengakuan)nya. Semuanya itu adakalanya diperoleh dari wahyu ada pula dari hasil ijtihad Nabi, karena beliau itupun berhak berijtihad. Adapun yang keempatnya ialah sunnah dari para sahabat Nabi s.a.w. atau dari para khulafaurrasyidin, sekalipun keadaannya terbagi menjadi tiga, yaitu qaul, fiil dan iqrar, tetapi terbilang hanya satu (semacam) karena tidak muingkin jadi yang dating dari para sahabat itu terbagi sebagaimana sunnah yang dating dari Nabi Muhammad SAW.”

Dan disamping itu para ulama ahli fiqih membikin istilah lain lagi, yaitu kata “sunnah” itu bukan wajib, sebagaimana yang telah tertera di atas yakni dipakai untuk suatu urusan di dalam agama yang tidak wajib[6]

B. KEDUDUKAN AS-SUNNAH

Sebagaimana telah diketahui dan diyakini oleh segenap ummat Islam, bahwa Nabi Muhammad Saw. itu diutus sebagai “muballigh” Allah Swt. berfirman yang menunjukkan hal itu, antara lain :

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ

Terjemahnya :

“Hai Rasul (Nabi Muhammad), kamu sampaikanlah apa-apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhan kamu.”[7]

Dan sebagai “mubayyin” (Juru penerang), tentang yang dikehenadaki oleh Allah, sebagaimana dinyatakan dengan firman-Nya :

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ

Terjemahnya :

Dan kami (Allah) telah menurunkan peringatan (Al Quran) kepadamu (Muhammmad), supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka itu.”[8]

Berhubung dengan itu, maka Nabi Muhammad Saw menerangkan Al Quran itu ada kalanya dengan perbuatan, adakalanya dengan perkataan sekali. Seperti urusan perintah shalat, beliau mengerjakan dan memerintahkannya, dengan sabdanya : “Hendaklah kamu bersembahyang sebagai kamu melihat aku bersembahyang”

Dengan ini jelaslah bahwa “Sunnah” itu yang menerangakan isi Al Quran, menjelaskan kesimpulannya, membatasi muthlaqnya dan menguraikan kemusykilan (kesulitan)nya. Maka dari itu tidak ada sesuatu yang terdapat di dalam sunnah, melainkan Al Quran telah menunjukkannya dengan petunjuk yang singkat ataupun yang panjang; dan petunjuk-petunjuk itu dengan beberapa jalan, baik dengan ijmali maupun dengan tafshili.

Dengan perkataan lain : Pada tiap-tiap “sunnah” itu sudah barang tentu ada ayat yang menunjukkan  atas sunnah itu, baik dengan cara ringkas maupun dengan cara jelas.

Dan diantaranya ada yang bermakna atau bermaksud umum, yaitu ayat yang memerintahkan kita (Ummat Islam) Mengikuti Rasulullah s.a.w. seperti ayat :

وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا[9]

Terjemahnya :

“Dan apa-apa yang telah didatangakan Rasul kepadamu, maka kamu ambillah dia dan apa yang telah dicegahnya kamu, maka kamu hentikanlah mengerjakannya.”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin supaya mengikat Rasulullah dalam segala perintah dan larangannya, dengan tidak terkecuali sedikit juapun.

Bertolak dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa as Sunnah merupakan sumber hukum syariat Islam yang kedua, setelah al-Quran.

III. PENUTUP/KESIMPULAN

Bertolak dari uraian di atas, kesimpulan yang diperoleh penulis bahwa kedudukan sunnah dalam syariat Islam adalah sebagai sumber hukum yang ke dua setelah al-Quran. Sunnah merupakan perilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan rasulullah saw, sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang terkandung dalam al-Quran.

KEPUSTAKAAN

Tinggalkan komentar